Harga Minyak Mentah Terkerek Tensi Tinggi AS-Iran

Ilustrasi kilang minyak. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)

KILASRIAU.com -- Harga minyak mentah dunia menguat pada perdagangan Senin (6/5) waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan dipicu oleh memanasnya tensi antara AS dengan Iran setelah tertekan akibat ancaman pengenaan tarif AS terhadap impor barang dari China.


Dilansir dari Reuters, Selasa (7/5), harga minyak mentah berjangka Brent menguat US$0,39 menjadi US$71,24 per barel. Selama sesi perdagangan berlangsung, harga minyak acuan global ini sempat tertekan ke level US$68,79 per barel, terendah sejak 2 April 2019.

Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,31 menjadi US$62,25 per barel. Penguatan itu terjadi setelah WTI tertekan hingga ke level US$60,4 per barel, terendah sejak 29 Maret 2019.

Direktur Energi Berjangka Mizuho Bob Yawger mencatat aksi beli dipicu setelah WTI menyentuh level US$62 per barel pada awal sesi siang.

"AS melepas kelompok penyerang dan satuan tugas (satgas) pengebom ke Timur Tengah untuk menyampaikan pesan yang jelas kepada Iran bahwa serangan apapun terhadap kepentingan AS maupun sekutunya akan berhadapan dengan kekuatan besar," ujar Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton pada Minggu (5/5) lalu.
 

Komentar Trump tersebut membuat investor khawatir terhadap progres negosiasi perdagangan antara dua perekonomian terbesar di dunia itu. Hal itu juga memantik kekhawatiran bahwa tensi yang ada dapat menekan permintaan minyak global.
Perkembangan tersebut meningkatkan premi risiko di pasar. Pelaksana Tugas Menteri Pertahanan AS Patrick Shanahan menyatakan ia telah menyetujui untuk mengirim pasukan penyerang dan pengebom ke Timur Tengah karena ancaman nyata dari pasukan Iran.

"Anda melihat meningkatnya tensi geopolitik," ujar Analis Price Futures Group Phil Flynn di Chicago.

Sementara itu, harga sempat merosot setelah Presiden AS Donald Trump pada Minggu (5/5) lalu menyatakan bakal mengerek tarif menjadi 25 persen terhadap impor barang senilai US$200 miliar dari China mulai Jumat (10/5) mendatang. Pernyataan tersebut berlawanan dengan keputusannya untuk menahan tarif di level 10 persen akibat kemajuan negosiasi perdagangan antara kedua negara.

Pada Senin (6/5) pagi, Trump kembali membela pernyataannya tersebut dengan mengutip defisit perdagangan antara AS -China. "Maaf, kami tidak akan melakukannya lagi," ujar Trump dalam cuitan melalui akun Twitter resminya.
 


Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang menyatakan delegasi China masih persiapan untun pergi ke AS demi pembasan perdagangan antara kedua negara.

"Kami juga masih dalam proses memahami kondisi yang relevan," ujar Shuang.

Di industri perminyakan, terdapat sinyal kenaikan produksi AS lebih jauh di mana produksi minyak mentah telag terkerek lebih dari 2 juta barel per hari (bph) sejak awal 2018 menjadi 12,3 juta bph. Saat ini, AS merupakan produsen minyak terbesar di dunia, mengungguli Rusia dan Arab Saudi.






Tulis Komentar