Tensi Perang Dagang Naik, Dolar AS Stagnan Rp14.298

Ilustrasi nilai tukar rupiah. (CNN Indonesia/Hesti Rika)

KILASRIAU.com -- Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.298 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot Selasa (7/5) pagi. Posisi ini stagnan dibandingkan penutupan Senin (6/5) yakni Rp14.298 per dolar AS.

Pagi hari ini, pergerakan sebagian besar mata uang utama Asia terbilang bervariasi. Sebagian mata uang melemah terhadap dolar AS, seperti won Korea Selatan sebesar 0,08 persen, baht Thailand sebesar 0,02 persen, dolar Hong Kong sebesar 0,01 persen, dan dolar Singapura sebesar 0,01 persen.

Di sisi lain, terdapat mata uang yang menguat seperti ringgit Malaysia sebesar 0,01 persen, yen Jepang sebesar 0,04 persen, dan peso Filipina sebesar 0,07 persen. Sementara itu, mayoritas mata uang negara maju menguat terhadap dolar AS. Euro menguat sebesar 0,01 persen, dolar Australia sebesar 0,04 persen, dan poundsterling Inggris sebesar 0,08 persen.

Kendati demikian, Analis Asia Tradepoint Future Deddy Yusuf Siregar mengatakan rupiah bisa mendapat katalis positif pada pekan ini setelah data indeks servis China yang disusun Caixin-Markit pada April bertengger di 54,5 atau membaik dibanding Maret 54,4. Ini menunjukkan bahwa masih ada optimisme perbaikan ekonomi negara tirai bambu tersebut.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan negara berkembang masih terpengaruh tindakan pelaku pasar yang cenderung menghindari rupiah dan mata uang lainnya. Hal ini dilakukan setelah Presiden AS Donald Trump mengancam menaikkan bea masuk bagi impor asal China. 

Kenaikan bea masuk dari 10 persen menjadi 25 persen terjadi karena AS menduga China sengaja memperlambat persetujuan perang dagang. Kemudian, rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang hanya 5,07 persen pun juga di bawah ekspektasi pasar yang mematok 5,19 persen. Melihat beberapa faktor ini, rupiah diperkirakan melemah untuk hari ini.

"Dalam transaksi hari ini, rupiah masih akan melemah di level Rp14.274 hingga Rp14.365 per dolar AS," jelas Ibrahim, Selasa (7/5).
 


"Tetapi, di pekan ini akan ada rilis data inflasi AS dan pengumuman cadangan devisa dalam negeri, sehingga ada kemungkinan pelaku pasar masih menjauhi emerging market terlebih dulu, termasuk Indonesia," kata Deddy.






Tulis Komentar