Kisah Alquran yang Berusia Hampir 1000 Tahun di Indonesia Timur

KILASRIAU.com - Sebuah Alquran berusia hampir 1000 tahun ditemukan di Indonesia Timur tepatnya di Gotowasi, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara. Alquran yang berusia 986 tahun tersebut diketahui dibawa oleh Muhammad Al-Hannafi pada tahun 1033 masehi atau 426 hijriah.

Kini, kitab yang menjadi pedoman bagi umat muslim itu dijaga oleh Yakub, salah satu keturunan Mataqena, Kolano Tidore ke-8. 

Alquran yang memiliki panjang 40 sentimeter dengan lebar 20 sentimeter itu sudah terlihat lapuk termakan usia. Meski begitu, Yakub mengatakan pada tahun 1975, Alquran tersebut hendak dibeli oleh orang-orang Mesir saat berada di Hotel Nagoya, Batam. Harga yang ditawarkan pun fantastis, yakni Rp 190 miliar. 

Namun, Yakub menolak tawaran itu.  Yakub bilang, Alquran tertua ini adalah identitas. Jika dijual, berapa pun jumlah uangnya, suatu saat akan habis. 

"Menurut pembeli saat itu, Alquran ini terbitan Babilonia," kata Yaqub. "Tetapi Alquran tetap hidup sepanjang kita menjaga dan mengamalkannya. Karena Alquran adalah tauhid kita," sambungnya.

Lelaki usia 80 tahun itu mengatakan ayahnya, sebelum meninggal pada 1970, berpesan agar Alquran itu dijaga. Yakub merupakan saudara kandung almarhum Ustaz Abjan Yahya, Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ternate. "Jadi saya yang bertanggung jawab (menjaga)," kata Yakub.

Alquran yang kondisi kertasnya sudah lapuk itu pernah dibawa lari masuk ke hutan oleh warga Gotowasi saat Perjuangan Rakyat Semesta atau Permesta pada masa rezim Soekarno. Salah satu yang membawanya adalah ayah Yakub yang saat itu menjaga Alquran tersebut. 

Yakub menceritakan, sebagian kertas yang rusak pada Alquran tersebut karena terkena hujan dan sinar matahari selama dipersembunyian. "Selain itu, ada juga warga yang merobek beberapa bagian kertasnya untuk dijadikan Lefo atau adjimat," ujar dia.

Untuk menjaga kondisi Alquran agar tetap awet dan tidak rusak, Yakub membuat sebuah tempat penyimpanan dari kayu dan diberi kunci gembok. "Sengaja saya buat begitu karena kertasnya gampang sobek kalau dipegang," katanya.

Senada, Kiemalaha--sebutan lokal untuk setara kepala kampung--Gotowasi, Rasid Ismat Abdul Rahim, mengatakan keberadaan Alquran ini membuat sebagian orang datang ke Gotowasi, misalnya yang berasal dari Jawa dan Arab. Mereka mengaku penasaran dengan wujud Alquran tersebut. 

Sedangkan orang-orang yang berasal dari sekitar daratan Halmahera Timur seperti Maba, Wayamli, Bicoli, Patani, dan Weda, Rasid biasanya berkunjung pada saat musim haji. Selain itu, mereka juga berziarah di makam keturunan Mataqena.

Menurut Rasid, pihak Kesultanan Tidore pernah meminta agar Alquran tersebut dibawa ke Keraton Kesultanan Tidore. Bahkan, sempat mengutus orang-orang kesultanan untuk datang mengambilnya. Namun Alquran itu tidak bisa diangkat.

Terkait peristiwa itu, Rasid mengatakan Sultan Tidore langsung datang ke lokasi. Setelah melihat keadaannya, Alquran tersebut akhirnya dibiarkan tersimpan di Gotowasi, lalu dibuatlah silsilah keturunan penjaga Alquran.  

Selain Alquran itu, ada juga makam para keturunan Mataqena yang merupakan orang pertama yang dipercaya menjaganya dan sebuah sumur tua yang dibuatnya. 

Uniknya, rasa air sumur tua itu berbeda dengan sumur-sumur lainnya di Gotowasi yang terasa payau. "Kecuali sumur yang dibuat oleh moyang (Mataqena) kami, rasanya tawar hingga saat ini," kata Rasid.






Tulis Komentar