Pengakuan Warga: Program Sertifikat Tanah Jokowi Tak Gratis

Presiden Joko Widodo membagikan sertifikat tanah kepada warga DKI Jakarta. (Foto: Dok. Kementerian ATR)

KILASRIAU.com - Pembagian Sertifikat Tanah Gratis melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) merupakan program Presiden Joko Widodo untuk menyisir seluruh wilayah terdata melalui mekanisme sertifikasi secara keseluruhan.

Sistem yang tadinya rumit dan hanya menunggu inisiatif dari masyarakat, bisa diakomodir dengan mekanisme jemput bola.

Tim Satgas dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang berpusat di setiap kantor kelurahan daerah nantinya akan bekerja sama dengan kelurahan untuk mendata wilayah mana saja yang belum tersertifikasi.

Segala pembiayaan adminsitrasi di kantor BPN untuk mekanisme sertifikasi seperti biaya ukur, biaya panitia pemeriksa tanah, sampai biaya administrasi pendaftaran, di seluruh cabang di Indonesia dibayarkan dari APBN.

Artinya, program sertifikasi ini gratis bagi masyarakat. Langkah ini merupakan cara untuk mengejar target 126 juta bidang tanah di tahun 2024 sudah bersertifikat. Hari ini, Jokowi kembali membagikan 3.000 sertifikat ke warga DKI Jakarta. Penyerahan dilakukan di Lapangan Sepak Bola Arcici, Cempaka Putih, Jakarta, Sabtu (26/1).

Sayangnya, program yang digadang-gadang gratis tersebut tidak 100 persen benar.

Anna, warga Duri Pulo, datang sedari pagi pukul 09.00 WIB dengan selembar sertifikat di tangannya. Anna mengaku senang karena tanah warisannya kini sudah legal secara hukum.

Meski demikian, pengakuan mengejutkan datang dari Anna. Menurutnya, untuk mendapatkan haknya tersebut, Anna harus mengeluarkan sejumlah uang.

“Senang dapat sertifikat. Sebenarnya gratis tapi ada admin-adminnya. Orangnya datang terus bayar untuk transpornya, sekitar Rp 500 ribu,” ungkap Anna kepada kumparan, Sabtu (26/1).

Anna bercerita bahwa sertifikat tersebut merupakan lahan untuk rumah yang sudah dihuni selama lebih dari 35 tahun. Tanah dan rumah tersebut sudah ada sejak Anna belum lahir alias warisan dari kakek-neneknya.

Sebelum ada program tersebut, Anna mengaku kesulitan untuk mengurus sertifikat. Apalagi tanah dan rumahnya masuk dalam kawasan Tanah Kota Praja. Menurutnya ada besaran pajak Kota Praja yang harus dibayarkan, dan itu tidak murah.

Namun dengan adanya program tersebut Anna mengaku lebih dimudahkan. Ia mengurus sertifikat tersebut sejak awal September 2018.

“Ngurusnya dari awal September kemarin. Ngisi form, ngelengkapi dokumen-dokumen, PBB tahun 1997. Gitu sih,” ujarnya.

Baru seminggu yang lalu Anna mendapatkan kabar bahwa sertifikatnya telah jadi dan akan diserahkan. Sayangnya Anna tidak tahu persis kepada siapa dirinya membayar uang administrasi tersebut. Anna pun mengaku tidak terlalu ambil pusing soal besaran uang admnistrasi.

“Soalnya dulu ada isu mau digusur, kalau udah dapat sertifikat kan lebih tenang,” ujarnya.Pengakuan yang sama juga diungkapkan oleh Suti, warga Pasar Baru, Jakarta.

Datang dengan ditemani tetangganya, Suti mengaku ingin bertemu Jokowi untuk berterima kasih. Di tangannya ada selembar sertifikat untuk tanah seluas 48 meter persegi.

Menurut Suti dirinya baru saja membeli rumah tersebut dan langsung ikut program sertifikasi. “Gratis tapi bayar biaya admin. Lupa bayar berapa, suami kemarin yang ngurus,” ujarnya.

Suti pun tidak tahu menahu administrasi apa yang dia bayarkan dan siapa orang yang menerima uang tersebut. Menurut informasi yang Suti dapat, uang tersebut untuk membayar ahli ukur.

Meski demikian Suti tetap merasa senang karena proses pembuatan tidak terlalu rumit.

“Ya kalau enggak ada program ini pasti susah, bingung kemana mananya. Senanglah sekarang sudah ada sertifikat,” tandasnya.






Tulis Komentar