BMKG Catat 23 Gempa Merusak Sepanjang 2018, Sulteng Terbesar

Ilustrasi pemantauan gempa bumi di kantor BMKG.

KILASRIAU.com - Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMG) mencatat 23 kejadian gempa berdampak merusak selama 2018. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya yang terjadi 19 kali pada 2017.

Dalam siaran persnya, BMKG merinci gempa yang berdampak merusak antara lain terjadi di Lebak (Banten) pada 23 Januari 2018. Gempa bermagnitudo 6,1 itu menyebabkan satu orang meninggal, beberapa orang terluka dan 1.231 rumah rusak.

Selanjutnya, gempa dengan magnitudo 6,3 di Geumpang, Aceh Barat, pada 8 Februari. Sebanyak 11 rumah dan satu masjid rusak. Gempa bermagnitudo 4,8 di Sumenep pada 13 Juni juga merusak 77 rumah dan menyebabkan enam orang luka-luka.

Gempa dengan kekuatan 6,2 pada 17 Agustus terjadi Manggarai, merusak 151 rumah dan menyebabkan beberapa orang luka-luka.
Gempa merusak lainnya terjadi di Lebak pada 7 Juli. Gempa dengan magnitudo 4,4 itu merusak 28 rumah. Pada 12 Juli, gempa dengan magnitudo yang sama juga melanda Muara Teweh dan merusak beberapa rumah. 

Selanjutnya gempa berkekuatan 5,2 di Kepulauan Mentawai pada 20 Juli yang menyebabkan 12 rumah rusak. Gempa bermagnitudo 5,3 pada 21 Juli juga menyebabkan 12 rumah rusak di Padang Panjang.

Delapan hari setelahnya, pada 29 Juli, gempa dengan magnitudo 6,4 merusak rumah dan menyebabkan kematian warga di Pulau Lombok.

Sesudah itu wilayah Lombok menghadapi serangkaian gempa merusak yang terjadi pada 5 Agustus dengan magnitudo 7,0; pada 9 Agustus magnitudo 5,8; pada 19 Agustus magnitudo 6,2; dan 19 Agustus magnitudo 6,9.

Rangkaian kejadian gempa yang melanda Pulau Lombok mengakibatkan 555 orang meninggal dan ribuan rumah rusak.


Wilayah Palu, Donggala dan Sigi, Sulawesi Tengah, pada 28 September dilanda gempa dengan magnitudo 6,0 dan 7,5. Gempa yang memicu tsunami dan likuifaksi itu menyebabkan lebih dari 2.000 orang meninggal dunia, lebih dari 1.000 orang hilang dan ribuan rumah rusak.

Sementara Sumba Timur menghadapi gempa dengan magnitudo 6,0 pada 1 Oktober dan 6,3 pada 2 Oktober 2018, sejumlah rumah warga rusak.

Gempa juga menyambangi daerah Sumenep pada 10 Oktober dengan magnitudo 6,4, puluhan rumah rusak dan tiga orang meninggal dunia.

Gempa di Mamasa pada 3 November berkekuatan 4,7 dan kemudian 4,6; serta gempa dengan magnitudo 5,1 menyebabkan rumah warga rusak pada 8 November.

Gempa juga menyebabkan kerusakan rumah warga di Sangihe-Talaud pada 6 November dengan magnitudo 5,3 dan Manokwari Selatan pada 28 Desember dengan magnitudo 6,0.

Menurut data BMKG, 19 dari 23 kejadian gempa merusak tersebut dipicu oleh aktivitas sesar aktif dan hanya empat gempa yang dipicu aktivitas subduksi lempeng.

Secara keseluruhan, Pusat Gempa Nasional BMKG mendeteksi 11.577 kali kejadian gempa dalam berbagai magnitudo selama 2018.

Angka itu jauh lebih banyak dibandingkan 7.172 aktivitas gempa yang terjadi selama 2017.

Kebanyakan gempa bumi yang terjadi pada 2018 magnitudonya kurang dari 5. BMKG selama kurun itu hanya mencatat 297 kejadian gempa dengan magnitudo di atas 5.

Sepanjang 2018, aktivitas gempa di Indonesia didominasi oleh gempa dangkal yang pusatnya berada pada kedalaman kurang dari 60 km yang terjadi 9.585 kali.

Sementara gempa dengan pusat pada kedalaman menengah, 61- 300 km, terjadi 1.856 kali, dan gempa dengan hiposenter dalam di atas 300 km terjadi 136 kali.

BMKG selama 2018 mengeluarkan peringatan dini tsunami dua kali, pertama saat gempa melanda Lombok pada 5 Agustus. Kedua, saat gempa mengguncang Donggala-Palu pada 28 September.

Jika ditambah dengan peristiwa tsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018, maka selama tahun 2018 terjadi tiga kali tsunami.

Namun demikian tsunami yang bersifat destruktif dan menelan banyak korban jiwa hanyalah tsunami Donggala-Palu dan tsunami Selat Sunda yang diduga kuat dipicu oleh longsor lereng Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.






Tulis Komentar