Eks Komisioner: Pemilu Serentak, Beban KPU Makin Menumpuk

KILASRIAU.com - Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) digelar secara bersamaan pada 17 April 2019. Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sigit Pamungkas menilai, perhelatan pemilu serentak ini membebani KPU.

Lantaran, KPU tidak hanya fokus menyelenggarakan pileg saja melainkan harus mempersiapkan pilpres.

"Beban bagi penyelenggara pemilu menumpuk di sana. Sesuatu yang dulu diangsur sekarang menumpuk, sekarang dalam sekali pukul," kata Sigit dalam diskusi bertajuk Menuju Pemilu Bermutu di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (5/1/2019).

Sigit menyebut, tantangan yang dihadapi KPU juga semakin besar. Misalnya, KPU harus mempersiapkan teknis penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019, dalam hal ini regulasi-regulasi turunan berupa Peraturan KPU (PKPU) setelah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Selain itu, KPU juga harus melakukan rekrutmen calon anggota KPU kabupaten dan kota. Padahal sebelumnya, perekrutan calon anggota KPU kabupaten dan kota ditangani langsung oleh KPU provinsi.

"Ya ini memang problematik. Yang muncul pada saat itu tidak ada ide dari pemerhati pemilu agar rekrutmen ini harus didesentralisasikan," ujar Sigit.

Tantangan berikutnya, KPU mengalami tekanan politik yang sangat besar. Sigit mencontohkan, baru-baru ini isu 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos berembus kencang. Kemudian isu penyandang disabilitas mental bisa memilih (nyoblos), penggunaan kotak suara berbahan kardus dalam pemilu, dan akun programmer IT KPU diretas.

"Hal-hal itu tidak masuk akal tapi menerpa KPU. Kalaupun KPU tidak bisa menghandel, bisa useless karena orang tidak akan percaya pada KPU," ucap dia.

Meski tantangan pileg dan pilpres cukup berat, Sigit menegaskan KPU harus tetap hati-hati dan teliti dalam menghadapi persoalan yang sangat kompleks. Pembekalan internal terhadap para penyelenggara pemilu juga diharapkan terus diperkuat.

"Kekhawatiran dalam menghadapi ini pasti ada hanya ada tahapan bimbingan teknis. Itu menjadikan kekhawatiran berkurang," kata Sigit.

Lantaran, KPU tidak hanya fokus menyelenggarakan pileg saja melainkan harus mempersiapkan pilpres.

"Beban bagi penyelenggara pemilu menumpuk di sana. Sesuatu yang dulu diangsur sekarang menumpuk, sekarang dalam sekali pukul," kata Sigit dalam diskusi bertajuk Menuju Pemilu Bermutu di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (5/1/2019).

Sigit menyebut, tantangan yang dihadapi KPU juga semakin besar. Misalnya, KPU harus mempersiapkan teknis penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019, dalam hal ini regulasi-regulasi turunan berupa Peraturan KPU (PKPU) setelah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Selain itu, KPU juga harus melakukan rekrutmen calon anggota KPU kabupaten dan kota. Padahal sebelumnya, perekrutan calon anggota KPU kabupaten dan kota ditangani langsung oleh KPU provinsi.

"Ya ini memang problematik. Yang muncul pada saat itu tidak ada ide dari pemerhati pemilu agar rekrutmen ini harus didesentralisasikan," ujar Sigit.

Tantangan berikutnya, KPU mengalami tekanan politik yang sangat besar. Sigit mencontohkan, baru-baru ini isu 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos berembus kencang. Kemudian isu penyandang disabilitas mental bisa memilih (nyoblos), penggunaan kotak suara berbahan kardus dalam pemilu, dan akun programmer IT KPU diretas.

"Hal-hal itu tidak masuk akal tapi menerpa KPU. Kalaupun KPU tidak bisa menghandel, bisa useless karena orang tidak akan percaya pada KPU," ucap dia.

Meski tantangan pileg dan pilpres cukup berat, Sigit menegaskan KPU harus tetap hati-hati dan teliti dalam menghadapi persoalan yang sangat kompleks. Pembekalan internal terhadap para penyelenggara pemilu juga diharapkan terus diperkuat.

"Kekhawatiran dalam menghadapi ini pasti ada hanya ada tahapan bimbingan teknis. Itu menjadikan kekhawatiran berkurang," kata Sigit.






Tulis Komentar