Harga Minyak Dunia Relatif Stabil

Harga Minyak Dunia Relatif Stabil
Ilustrasi minyak

KILASRIAU.com -- Harga minyak relatif stabil pada perdagangan Selasa (11/6), waktu Amerika Serikat (AS). Pergerakan harga minyak masih dibebani oleh kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi global yang dapat menekan permintaan minyak. 

Namun, harga minyak masih mendapatkan topangan dari ekspektasi terhadap Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya bakal memperpanjang kebijakan pemangkasan produksinya.

Dilansir dari Reuters, Rabu (12/6), harga minyak Brent berjangka tak berubah di level US$62,29 per barel. Sementara, harga minyak AS berjangka West Texas Intermediate (WTI) ditutup menguat tipis US$0,01 menjadi US$53,27 per barel.

Harga kemudian merosot setelah Institut Perminyakan Amerika (APF) menyatakan stok minyak mentah AS secara tak terduga naik sebesar 4,9 juta barel menjadi 482,8 juta barel pada pekan yang berakhir 7 Juni 2019 lalu.
 

Harga Brent dan WTI telah merosot sekitar 20 persen dari level tertingginya untuk tahun ini yang dicapai pada April lalu. Kekhawatiran terhadap perlambatan permintaan dan pertumbuhan ekonomi berdampak besar terhadap sentimen di tengah perang dagang antara AS -China.

Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) telah memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan global sebesar 160 ribu barel per hari (bph) menjadi 1,12 juta bph.

"Proyeksi perminyakan merupakan komponen penting bagi pasar minyak akhir-akhir ini," ujar Analis Again Capital LLC John Kilduff.

Menurut Kilduff, di saat yang sama, data ekonomi global memberikan sejumlah kejutan negatif yang disebabkan oleh perang dagang AS-China. China menyatakan bakal mengizinkan pemerintahan daerahnya untuk menggunakan obligasi khusus sebagai modal demi membiayai proyek investasi besar. 

Hal itu dilakukan untuk mendorong perekonomian yang melambat di tengah eskalasi perang dagang dengan AS. Di sisi lain, harga minyak mendapatkan dorongan dari keyakinan terhadap OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, akan memperpanjang kesepakatan pemangkasan produksinya. 

Kebijakan yang telah berjalan sejak awal tahun itu dilakukan untuk mendongkrak harga. Kelompok yang juga dikenal sebagai OPEC+ itu akan menggelar pertemuan pada akhir Juni atau awal Juli untuk memutuskan nasib dari kesepakatan pemangkasan tersebut.

Pada Senin (10/6) lalu, Menteri Energi Rusia Alexander Novak menyatakan masih ada risiko terkait produsen minyak yang memproduksi terlalu banyak minyak mentah sehingga harga turun tajam. Pernyataan tersebut mengindikasikan kemungkinan Rusia akan mendukung perpanjang kebijakan pemangkasan produksi. 

Komentar tersebut bersama dengan pernyataan yang dilontarkan Arab Saudi sebelumnya mendongkrak ekspektasi kesepakatan pemangkasan tersebut bakal diperpanjang. Pada Selasa (11/6) kemarin, dua sumber Reuters menyatakan rata-rata produksi minyak Rusia mencapai 11,04 juta bph selama periode 1-10 Juni. 

Realisasi itu meningkat dari rata-rata periode 1-3 Juni yang berkisar 10,87 per barel. Berdasarkan perhitungan Reuters, produksi minyak pada tiga hari pertama bulan ini merupakan yang terendah sejak pertengahan 2016.